Thursday, January 20, 2011

Baby! Be My Baby! - Chapter II

  

Seninnya...

            “Hah, akhirnya selesai juga script untuk pementasan bulan depan.” Dengan puas Raekyo memandangi hasil tulisannya. Ia duduk sendirian di kursi penonton memangku notebooknya. Club drama benar-benar sepi, anggota yang lain belum datang. Raekyo datang duluan karena jam kuliahnya sudah selesai. Dan masih sangat lama sebelum mereka semua akan berkumpul.
“Dan Miura!!! Kuharap kau mendapatkan peran pangeran yang kau impikan.” Raekyo menggumam sendirian. “Semoga saja kau berhasil dalam undiannya nanti, kekeke.” Peran dalam drama memang ditentukan berdasarkan undian, dan selama ini Haruma memang tidak pernah beruntung dalam undiannya.
Raekyo menutup notebooknya dan menyimpannya kedalam ransel yang diletakkannya di kursi kosong di sebelahnya. Ia mengambil pemutar musik dan memasang headsetnya. Sebelum ia menyalakan musik, Raekyo melihat sebentar ke handphonenya, jamnya menunjukkan pukul 01.49 p.m
“Heemmm.... Hemmmm... Hehemm... Hehemm....” Raekyo bersenandung mengikuti nada-nada lagu yang mengalun dari headset di telinganya. Penyanyi ballad favoritnya menyanyi dengan merdu, benar-benar menenangkan dan membuat mengantuk, sebentar kemudian Raekyo jatuh tertidur.

******

            Raekyo terbangun saat ia mendengar seseorang tertawa keras disebelahnya. “Haru... berisik....” kata Raekyo dalam keadaan masih tidak sadar.
            “Maaf...” katanya, dan keadaan tenang kembali.
            Tapi tak lama kemudian tawa keras itu kembali terdengar. Raekyo mengucek matanya dan menguap lebar. “Haru................ Hoahm........ Sedang apa kau?” Haruma tak menjawab. Raekyo menyandarkan kepalanya ke bahu Haruma. ‘Hm, sepertinya Haru sudah melakukan saranku, sekarang badannya sudah lebih berisi, badannya tidak cuma tulang dibalut kulit saja’ Kemudian Raekyo tertidur lagi  bersandar di bahu Haruma.

******

            “Rae... Rae... Bangun Rae...” seseorang menepuk-nepuk bahu Raekyo.
            “Hem?” Raekyo menegakkan kepalanya, tapi matanya masih terpejam.
            “Bangun Rae, Bangun.. Kami memerlukan naskahmu untuk latihan.” Kata Haruma.
            “Ehhhh???” Raekyo berusaha melawan matanya yang masih menutup. “Jam berapa ini?” tanya Raekyo.
            “03.36 p.m. sebentar lagi latihan dimulai.” Kata Haruma.
            Raekyo berpikir sebentar, jam 2, sekarang jam setengah 4... “Ah! Lama juga aku tidur... Hoahm....” Raekyo menguap. “Lihat, walaupun kau selalu menggangguku dengan tawamu yang super keras itu, aku tetap bisa tidur nyenyak.” kata Raekyo bangga.
            “Hah? Kapan aku tertawa Rae?” kata Haruma.
            “Kau mau membohongiku?” tanya Raekyo. Ia mengambil notebooknya dari dalam ranselnya dan kemudian menyalakannya. Akan tetapi notebooknya tidak mau menyala. “Ah, kenapa kau habiskan baterai notebook ku Haruma?” omel Raekyo.
            Haruma melongo, “Kapan aku menghabiskannya Rae? Aku baru saja sampai di sini....” protesnya.
            “Lagi-lagi kau mencoba menipuku Haruma-kun!” kata Raekyo. “Ya sudahlah kalau kau tak mau mengaku, sebentar ya...” Raekyo meninggalkan Haruma, ia mengambil ranselnya dan membawa notebooknya, bergegas menuju ke perpustakaan.
            “Memang kau ingin aku mengakui hal apa Rae? Memang kesalahan apa yang telah aku perbuat?” Haruma menggaruk-garuk kepalanya.

******
           
Sore itu perpustakaan kampus cukup sepi, tidak seperti biasanya yang ramai oleh mahasiswa. Raekyo meletakkan ransel dan notebooknya di sebuah meja dipojok yang dekat dengan stop kontak. Ia memerlukan listrik untuk menghidupkan notebooknya. Ada seseorang yang duduk disana, Raekyo tidak dapat melihat wajahnya, karena tertutup koran yang sedang dibacanya.
            “Konnichiwa.” Kata orang itu, dari suaranya dia laki-laki.
            “Konnichiwa.” Balas Raekyo tanpa memperhatikan orang tadi, ia sibuk menyambungkan charge ke notebooknya. Dan kemudian menyalakan notebooknya.
            “Bagaimana tidurmu? Nyenyak?” tanyanya orang itu lagi. Ia menurunkan koran yang sedari tadi dibacanya.
            “Ha?” Raekyo bingung dan memperhatikan orang tadi. “Ah, kau?” Raekyo mengenali orang itu, orang aneh yang kemarin, kakak kelasnya Haruma.
            “Halo!” katanya. “Bagaimana tidur siangmu?”
            Raekyo berpikir sebentar. “Tidur siang?” katanya.
“Oh iya, aku menyukai script yang kau buat untuk pementasan kali ini Rae...” kata orang itu lagi.
            “Tidur siang? Maksudmu apa?” Raekyo menyambungkan flashdisk ke notebooknya.
            “Ugghh... Bahuku masih pegal loh.” kata orang itu, memegangi bahu kirinya.
            Raekyo mengingat kejadian sewaktu ia tidur tadi. “Oh? Jadi itu senpai?” ternyata orang itu bukan Haruma. Pantas saja, aneh rasanya kalau badan Haruma yang kurus kering tiba-tiba jadi berisi.
            “Iya, kepalamu berat juga.” Orang itu tersenyum, matanya menghilang dibalik senyumnya.
            “Wajarlah, kalo orang jenius kepalanya berat.” Raekyo menunjuk kepalanya.
            “Hahaha... Dasar! Karena itulah aku menyukaimu Rae...”
            Raekyo diam. Rasanya malu juga mendengar pengakuan seperti itu. “Senpai benar-benar menyukaiku?” tanyanya. Raekyo menunjuk wajahnya sendiri.
            “Kau pikir aku bercanda?”
            “Yah, bukannya apa, aku bahkan tidak mengetahui nama senpai.” Raekyo beralasan. Padahal dalam hatinya ia benar-benar merasa malu.
            “Kalau begitu kenalkan, Geonil Desu, jurusan Film dan Drama, angkatan ’06, universitas yang sama denganmu, nice to meet you Raekyo-san!” kata Geonil sedikit menundukkan kepalanya.
            “Hai, Raekyo Desu, Sastra Inggris, angkatan ’08, senang berkenalan dengan senpai. Yoroshiku Onegai Shimasu!” Raekyo juga menundukkan kepalanya sedikit.
            “Padahal kita sudah sering bertemu di klub, tapi ternyata kau tidak mengenaliku Rae...” kata Geonil senpai sedikit kecewa.
            “Sumimasen! Aku memang sulit mengenali wajah orang, apalagi kalau baru bertemu, perlu beberapa kali lihat untuk bisa mengingat wajahnya.” Raekyo meminta maaf. Ia benar-benar memiliki masalah dengan ingatannya. Terutama dengan orang-orang yang baru saja dikenalnya atau yang dilihatnya sekilas.
            “Berarti sia-sia saja selama ini aku tebar pesona di depan mu... Kau bahkan tidak mengenaliku...” Geonil senpai merengut.
            “Ahahahaha...” Raekyo terbahak. “Sepertinya memang sia-sia.” Raekyo memandangi layar notebooknya. Ia mengcopykan naskah drama yang baru selesai ia buat ke dalam flashdisknya.
            “Kau tidak tidur untuk membuat naskah itu Rae?” tanya Geonil senpai.
            “Haha, aku tidak membuatnya, hanya menuliskan ceritanya kembali dengan beberapa perubahan. Karena data untuk naskah yang terdahulu, ada di notebookku yang lama.” Kata Raekyo. Ia mengingat-ingat insiden pantat Haruma yang merusakkan notebooknya.
            “Memang notebookmu yang lama kemana?” Geonil baru menyadari kalau notebook yang sedang dipakai Raekyo berbeda dari yang sebelumnya.
            “Sedang diperbaiki, tukang servisnya sedang mencoba meyelamatkan data-data di dalamnya.” Raekyo mengingat-ingat hari ia mengantar notebook tuanya ketukang servis, hari itu ia ditemani oleh Haruma yang disepanjang perjalannya tak henti-hentinya meminta maaf. Haruma benar-benar menyesal.
            “Kenapa bisa rusak?” tanyanya penasaran.
            “Memang sudah waktunya senpai, aku hanya berharap semoga data yang ada di dalamnya selamat.” kata Raekyo.
            “Seharusnya kau bilang pada anak-anak di club kalau notebookmu rusak. Kau kan tidak perlu begadang untuk membuat yang script baru?”
            “Kasihan mereka senpai, ini kan bukan hal yang besar, lagian naskah yang baru juga sudah selesai.” Raekyo mengacungkan flashdisknya. “Sebentar ya senpai.” Raekyo meninggalkan Geonil senpai menuju komputer perpustakaan untuk mencetakkan naskah di dalam flashdisknya.
            ‘Ya ampun anak ini....’ kata Geonil dalam hati. Ia mengingat ingat naskah drama panjang yang tadi dia baca di notebook Raekyo, ‘dia membuat ulang naskah sepanjang itu dalam semalam? Dasar!’
            Tak beberapa lama Raekyo sudah kembali dengan setumpuk naskah ditangannya. “Lumayan panjang juga, hampir 50 lembar. Semoga naskah ini diterima.” Kata Raekyo. Ia meletakkan naskah itu diatas meja, memasukkan notebook dan chargernya ke dalam ranselnya.
            “Keterlaluan kalau mereka menolaknya Rae, kupikir naskahmu bagus.” kata Geonil senpai.
            “Arigatou Gozaimasu!” kata Raekyo membungkuk, ia tersipu mendengar pujian dari Geonil senpai. “Kalau begitu aku permisi dulu senpai.” Kata Raekyo.
            “Semoga berhasil..” Geonil melambaikan tangannya dibelakang Raekyo.

******

Haruma menarik sumpit itu, berharap angka 7 yang tertulis di bawahnya. Ia memejamkan matanya kuat-kuat. Teman-temannya dari club drama mengerumuninya. ‘Please... Please... Semoga angka tujuh yang keluar...’ ia berdoa dalam hati. Haruma benar-benar menginginkan peran pangeran itu.
Raekyo duduk di kursi penonton, tersenyum melihat kelakuan konyol sahabatnya. ‘Padahal peran pangeran bukan peran utama, tapi tetap saja dia mengincarnya.. dasar anak itu’ Raekyo menggelengkan kepalanya.
            Pementasan kali ini mengisahkan asisten pangeran yang diperalat oleh perdana menteri yang ingin mengambil alih kekuasaan, sepeninggal raja. Peran utamanya tentu saja Asisten pangeran itu dan perdana menterinya. Pangeran hanya pemeran sampingan. Raekyo juga memasukkan scene percintaan di dalamnya yaitu asisten pangeran itu dengan guru kesenian sang pangeran. Raekyo sebenarnya tidak menyukai model cerita percintaan seperti yang dibuatnya sekarang, ia lebih menyukai cerita-cerita humor yang unik, tapi anak-anak club drama yang memintanya untuk meminta drama percintaan, maka dengan terpaksa Raekyo membuatnya. Walaupun pada akhirnya Raekyo menyukai dan menikmati ceritanya itu.
            Haruma mengintip sedikit sumpit yang dipegangnya erat itu. Ia benar-benar gugup, sampai sulit benafas. Ia membukanya sedikit, ia melihat sedikit garis lurus, ahh... angka 7 kah? Jantung Haruma berdetak tak karuan. Haruma membukanya sedikit lagi, tapi ternyata, angka 1 yang keluar. Anak-anak club yang mengelilinginya bersorak-sorai.
            “Selamat MIURA!!! OMEDETOOOU!!!!!” teriak teman-temannya.
            “Kau lagi-lagi mendapatkan peran utama...” kata Hiro sang ketua club. “OMEDETOU!!!!!!!!” Hiro mengacak-acak rambut Haruma.
            Tapi yang bersangkutan hanya diam dan memandangi sumpit yang dipegangnya. Haruma mencari-cari Raekyo dan akhirnya menemukan Raekyo duduk di kursi penonton. Haruma mendekatinya sambil cemberut.
            “RAEEEEEE~~~~~~~~~” katanya dengan wajah bodoh dan mulut yang dimajukan. Ia duduk di sebelah Raekyo.
            “No Comment..., aku sudah mengatakannya berkali-kali Haru.” Kata Raekyo. “Kau tidak cocok untuk peran pangeran, bahkan nasibmu juga mengatakan hal yang sama.”
            “Tapi kenapa harus peran utama? Selalu begitu...”
            “Itu artinya kau mampu, kau seharusnya bangga dengan hal itu.” kata Raekyo.
            “Kau tahu, itu adalah impian ku sejak dulu Rae...” kata Haruma sedih.
            “Kau tidak perlu menjadi pangeran, kau sudah menjadi bintang dengan peran-peranmu selama ini..”
            “Jadi ibu hamil? Janda?”
            “Yang penting itu kualitas aktingmu! Ahhh, bahkan aku yang tidak kuliah di drama saja mengerti hal itu!” Raekyo meninggikan suaranya. “Kau itu memiliki kemampuan, dan seharusnya kau mensyukurinya Haru.” Raekyo tersenyum.
            “Kau benar.” Haruma memandangi sumpit bernomor 1 itu. Ia memutar-mutarnya.
            “Yaya, tentu saja.” Raekyo kumat narsisnya.
            “Semestinya aku bersyukur mendapatkan peran ini.”
            “Iya..”
            “Aku harus berusaha sebaik-baiknya untuk memerankannya..”
            “Iya...”
            “Tapi Rae...”
            “Hm?”
            “Aku masih menginginkan peran pangeran... Naskah berikutnya kau harus memasukkan peran itu lagi ya...” pinta Haruma.
            Raekyo melirik Haruma.
“Please.....”
Raekyo memandangi Haruma dengan tatapan super sinisnya.
“Please Rae.....”
Raekyo menjitak kepala Haruma pelan dan tanpa berkata apa-apa lagi pergi  meninggalkan Haruma.
“RAE~~~~~~~~~ PUHLEEEASE~~~~~~~” teriak Haruma.
Tapi Raekyo tidak mengindahkan permintaan Haruma. Raekyo mendekati Hiro senpai untuk berpamitan. Haruma mencibir.
“Cih! RAEEEE~~~~~~~”
Raekyo tetap mengacuhkan Haruma sampai ia keluar dari aula.
“RAEEE!! MENYEBALKAAAN!” teriak Haruma kesal.
Tak lama kemudian handphone Haruma yang berada di sakunya bergetar. Ada sebuah pesan masuk.
From: Raekyo
[Traktir aku makan selama 1 bulan. Dan di pementasan selanjutnya kujamin kau akan mendapatkan peran itu.]
Haruma segera membalasnya.
[Kan pemilihan peran ditentukan oleh undian Rae? Bagaimana dengan anak-anak club yang lain?]
Beberapa saat kemudian balasan dari Raekyo diterima Haruma.
[Kalau begitu kau harus mentraktir kami semua selama sebulan.. kekekeke..]
“Cih!” Haruma memasukkan handphonenya kembali ke dalam sakunya. Dan mendekati Hiro senpai yang tengah sibuk memberikan pengarahan.

******

This is the end of Chaper II


0 comments:

Post a Comment