Thursday, January 20, 2011

Baby! Be My Baby! - Chapter III





“My last money....” Dengan cemberut Raekyo membuka pembungkus roti yang di belinya di kantin tadi. Ia menggigitnya sedikit. “Haaaaaaah.... Langit Jepang sore ini benar-benar indah.”
Raekyo berjalan menuju halte, sore ini semuanya terlihat benar-benar indah, tak seperti keadaan kantongnya yang benar-benar buruk. “Padahal aku sudah berusaha menabung dan menghemat uang sakuku, tapi tetap saja....” Raekyo mencemaskan hidupnya untuk 2 minggu kedepan. “Dan baru 2 minggu lagi uang saku bulanan akan ku terima.” Raekyo mengingat-ingat orang tuanya yang benar-benar pelit. “Berarti aku tak bisa jajan sampai akhir bulan ini. Raekyo menunduk. “Sepertinya aku harus mencari pekerjaan. Menjadi penulis naskah di club bukan cara yang bagus untuk mendapatkan uang saku tambahan.“
            “Tapi kau dapat menyalurkan hobimu kan?”
            “Aaaahhh... Kenapa akhir-akhir ini senpai selalu muncul sih?” Raekyo menoleh dan mendapati Geonil senpai sudah berjalan disebelahnya.
            “Kebetulan aku melihatmu dari lapangan tadi.” Katanya.
            Raekyo memperhatikan Geonil senpai yang membawa-bawa bola basket ditangannya. “Sudah berapa lama senpai bermain itu?” Raekyo menunjuk bola yang di bawa Geonil senpai.
            “Lumayan lama juga, sejak SMA.” katanya.
            ‘Sejak SMA? Tapi bermainnya masih seperti itu...’ Raekyo tersenyum mengingat kejadian di lapangan kemarin.
            “Aku benar-benar tidak berbakat memainkannya.” Geonil mendribble bola itu ke tanah sekali.
            ‘Ternyata dia sadar akan kemampuannya.’ kata Raekyo lagi dalam hati. ‘Orang ini benar-benar menarik.’
            “Oh ya, kau ingin mencari kerja sambilan Rae?” Geonil mengingat keluhan Raekyo tadi.
            “Ya.” Jawab Raekyo.
            “Eeemm bagaimana kalau kau membantu di tempatku? Em, sebenarnya bukan milikku, tempatku sekarang. Maksudku tempat dimana aku bekerja sekarang.” Kata Geonil senpai cepat.
            “Senpai, bicaranya pelan-pelan saja. Aku tidak mengerti.”
            “Oh ya, maaf. Aku bicara terlalu cepat ya? Ahaha..” Geonil menggaruk kepalanya. “Bagaimana kalau kau bekerja ditempatku?” tawar Geonil senpai.
            “Dimana?”
            “Ah itu, di cafe dekat sini, saat ini kami sedang mencari pegawai baru.”
            “Memang berapa orang yang bekerja di sana? Besar sekali ya tempatnya?” tanya Raekyo.
            “Tempatnya memang tidak terlalu besar, tapi kami berenam cukup kewalahan mengurus semuanya.” Jelas Geonil Senpai.
            “Sepertinya benar-benar tempat yang sibuk ya.” kata Raekyo memegang dagunya. “Baiklah senpai, jadi kapan bisa mengantar aku kesana?”
            “Sekarangpun bisa kalau kau mau?”
            “Baik!” kata Raekyo semangat.

******
           
“Ugh.. Pinggangku... Sakit sekali senpaaaaii...” keluh Raekyo diperjalanan pulang. Ia berjalan terbungkuk-bungkuk memegangi pinggangnya yang sakit.
            “Hahaha.. Nanti kau akan terbiasa Rae, bersabarlah.” Geonil Senpai menepuk-nepuk kepala Raekyo.
Mereka berdua berjalan menyusuri trotoar, malam ini Jepang terlihat lebih sepi dari pada malam-malam sebelumnya. Walau tetap saja kelihatan ramai.
            “Tak kusangka, aku langsung diterima oleh owner, dan langsung bekerja malam ini juga. Ternyata owner benar-benar memerlukan pegawai baru.”
            “Tentu saja, aku kan sudah bilang.”
            “Iya, benar-benar cafe yang sibuk. Tapi aku tak menyangka, kalau pemilik cafe itu masih sangat muda. Yunhak-San itu benar-benar keren!” Raekyo mengingat-ingat Yunhak, the owner. Yang berhasil membuat cafe yang awalnya sepi itu jadi ramai pengunjung.
            “Kau menyukainya?” tanya Geonil.
            “Tentu saja! Hontou ni Arigatou Gozaimasu Senpai!! Terima Kasih atas pekerjaannya.” Raekyo membungkuk. Ia benar-benar berterima kasih kepada Geonil Senpai.
            Geonil terdiam, melihat Raekyo yang membungkuk dihadapannya. Sampai akhirnya ia mengatakan sesuatu “Maksudku, apa kau menyukai Yunhak?” tanyanya.
            “Ah?” Raekyo menegakkan badannya. “Yunhak? Tentu saja! Dia benar-benar owner yang baik!” kata Raekyo tersenyum. “Memang kenapa Senpai?”
            “Umh, tidak ada apa-apa.” Geonil berjalan mendahului Raekyo. ‘GOD! Rae! Berhentilah melakukan hal seperti itu. Kau itu benar-benar.’ Geonil memejamkan matanya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. ‘Kau benar-benar tidak peka!’ rutuk Geonil dalam hati.
            Sementara itu Raekyo. ‘G-O-O-D Raekyo! Apa yang kau lakukan tadi? BakaBakaBakaBakaBaka’ Raekyo menepuk-nepuk jidatnya. ‘Mulai sekarang aku harus lebih peka.’ Tekad Raekyo. Ia benar-benar merasa tidak enak pada Geonil Senpai.
            Mereka berdua kemudian melanjutkan perjalanan dalam diam. Dengan Geonil berjalan di depan Raekyo. Tak ada yang mau berbicara lagi setelah percakapan tadi. Terutama Geonil.
            +/- 10 menit kemudian.
            “Ehm, Rae..” Geonil merasa tidak enak kalau hanya diam di sepanjang perjalanan. “Rae?” takut terjadi apa-apa, ia membalikkan badannya dan mendapati Raekyo dengan headset terpasanng dikepalanya, berjalan santai mengikutinya. ‘Fuh... lagi-lagi, kau itu benar-benar senang membuatku salting ya Rae.’ Geonil menarik sebelah headset Raekyo dan meletakkannya di telinga kirinya.
            “Aku juga ingin mendengarkan,” katanya.
            “Ya, silakan.” Ia mengeraskan sedikit pemutar musiknya.
            “Lagu siapa ini Rae?” tanya Geonil.
            “Tegomasu, senpai.” Jawab Raekyo.
            “Ah, musik yang indah.” Katanya.
            “Iya.”

******

Selasa, 04.46 p.m.
            “RAEEEEE~~~~~ OMEDETOU!!!!” Haruma berlari menghampiri Raekyo yang baru saja sampai di club. Dari panggung ia berlari, menaiki beberapa anak tangga sekaligus.
            “Dalam rangka apa Haru?” tanya Raekyo bingung. Ia terhenti di depan pintu.
            “Atas diterimanya kamu bekerja!” kata Haruma.
            “Ah, Arigatou Harumacchi!” Raekyo meninju bahu Haruma.
            “Traktir Rae...” kata Haruma kemudian.
            “Idih, ternyata ya, ada maunya.” Sindir Raekyo.
            “Yah.. bukan begitu Rae... Kan kau sekarang sudah bisa cari duit sendiri.” Elak Haruma.
            “Iya iya, nanti kalau aku sudah gajian ya.” Kata Raekyo.
            “Siip! Asiiik!” sorak Haruma.
            “Tapi Haru, darimana kau tau kalau aku partime?” tanya Raekyo ia berjalan menuju panggung. Club hari ini benar-benar ramai, setelah pembagian peran kemarin semuanya benar-benar giat berlatih.
            “Ah, Geonil senpai yang cerita. Kau jahat Rae, masa aku harus tahu berita ini dari orang lain?” protes Haruma.
            Raekyo mengingat ingat kembali kejadian tadi malam, ia kecapekan dan tidak sempat untuk memberi tahu Haruma. “Maaf, nanti aku ceritakan alasannya. Sekarang Geonil senpai ada dimana?” tanya Raekyo.
            “Entahlah, tapi tadi aku melihat dia keluar. Apa kau tidak melihatnya waktu kemari tadi?” tanya Miura.
            Raekyo menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku akan mencarinya keluar.” Kata Raekyo. Ia berbalik.
            “Memang ada apa Rae? Kau berubah pikiran?” tanya Haruma. Ia mengikuti Raekyo.
            “Maksudmu?” tanya Raekyo tidak mengerti.
            “Iya, berubah pikiran. Apa kau sudah memutuskan untuk berpacaran dengan Senpai?” tanya Haruma.
            “Hah?? Kenapa??”
            “Kau sekarang sering sekali bersama dengannya, dan lagi kau mencari-carinya dia sekarang.” kata Haruma.
            Raekyo menghentikan langkahnya, “Bukan begitu Haruma, maksudku mencari Senpai hari ini adalah untuk mengambil kembali Music Player-ku yang kemarin dia pinjam. Kau sendiri kan tahu kalau aku tidak bisa hidup tanpa benda itu?” kata Raekyo menjelaskan.
            “Kenapa bisa ada di tempat Senpai Rae? Kapan dipinjamnya? Sejak kapan kalian jadi akrab begini? Kenapa kau tidak menceritakannya padaku?” Haruma memberondong Raekyo dengan pertanyaan.
            Raekyo menjelaskan kejadian kemarin, dimulai dari dia ditemani oleh Geonil Senpai untuk melamar pekerjaan, sampai malam harinya ketika ia diantarkan pulang.
            “Ecieeeeee~~ Rae...” sorak Haruma.
            “Apanya yang Eciee?” kata Geonil Senpai tiba-tiba dari arah belakang.
            “SENPAAAAAAAAAIIII!!!!!!!!” teriak Haruma dan Raekyo kaget setengah mati.
            “Astaga Senpai? Kenapa selalu muncul tiba-tiba begitu?” tanya Raekyo mengelus-elus dada.
            “Gomen Gomen, kupikir kalian tidak akan terkejut kalau aku begitukan.
            ‘Astaga, lagi diomongin, tiba-tiba orangnya datang, siapa yang tidak kaget’ kata Raekyo dalam hati.
            “Eh Rae, sepertinya aku harus pergi.” Kata Haruma tiba-tiba, ia memandangi layar ponselnya.
            “Ada apa?” tanya Raekyo.
            “Aku harus latihan, Hiro Senpai memanggilku, sudah ya...” kata Haruma.
            “Iya, baiklah kalau begitu.” Kata Raekyo. “Latihan dengan baik ya prajurit!” katanya lagi.
            “Siap Kapten!” balas Haruma, sebelum menjauh ia berpose hormat kepada Raekyo.
            “Latihannya yang semangat ya Haru!” teriak Geonil.
            “Yoyoi Senpai!”
            “Dasar Haru, dia bilang tidak mau peran ini, tapi sekalinya latihan dia yang paling semangat.” Kata Raekyo.
            “Kau sedang bicara denganku, atau dengan dirimu sendiri Rae?” tanya Geonil.
            “Ha? Ya dengan Senpai lah, memang disini ada siapa lagi?”
            “Ya, siapa tahu kau bicara sendiri, kau kan sering begitu, bicara gak jelas sendiri.” Kata Geonil.
            “Haha, ya orang cerdas memang biasanya begitu senpai.” Raekyo mengelus-elus dagunya. “Oh, iya!” katanya kemudian dengan tiba-tiba. “Music Player-ku Senpai.” Ia menadahkan kedua tangannya.
            “Ah, sebentar.” Geonil merogoh saku jaketnya. “Tadi aku menunggumu di club drama, tapi kau tidak datang-datang, jadi aku pergi ke kantin sebentar.”
            Raekyo memasukkan Music Player-nya ke dalam sakunya sendiri. “Pantas, di cari tidak ketemu. Maaf saya tadi terlambat Senpai.”
            “Tak masalah.” Geonil membuka resleting ranselnya dan mencari sesuatu di dalamnya. “Kau sudah makan Rae?” tanyanya sambil mengeluarkan sebungkus roti.
            “Belum.”
            “Kau mau? Aku baru membelinya dikantin tadi.”
            “Senpai sendiri?”
            “Ambil saja, aku masih punya banyak.” Ia menyerahkan roti tadi dan mengambil beberapa bungkus lagi dari dalam ranselnya.
            “Arigatou Gozaimasu!”
            “Ngomong-ngomong, setelah ini kau mau kemana?” tanya Geonil. Ia menutup ranselnya dan menyampirkannya sebelah talinya dipundak.
            “Pulang.” Raekyo membuka pembungkus rotinya dan menggigitnya sedikit-sedikit.
            “Kok pulang?”
            “Sudah gak ada kerjaan di kampus.” Raekyo berjalan menuju sebuah bangku di dekat sana.
            “Jalan yuk!” ajak Geonil. Mengikuti Raekyo.
            “Kemana?” Raekyo duduk bersila di bangku itu, disebelahnya Geonil juga melakukan hal yang sama.
            Geonil menggaruk-garuk hidungnya. “Terserah deh, kemana-mana.”
            “Jalan-jalan tak ada tujuan. Jangan menyia-nyiakan waktu senpai.” Tukas Raekyo.
            “Benar juga, sebentar, aku berpikir dulu.” Geonil mengerutkan keningnya. Otaknya berpikir keras, mencari tempat tujuan jalan-jalan. Kedua tangannya menahan kepalanya di pipi, roti yang ia makan dibiarkan tergantung dimulutnya.
            “Raekyo tersenyum. Ia memperhatikan tingkah laku Geonil. “Senpai kalau diam manis juga.” Celetuknya.
            “Ha?” Geonil menelan rotinya. Ia menoleh.
            “Kubilang, Senpai kalau diam manis juga.”
            “Jadi kau mulai menyukaiku?” tebaknya salting.
            “Aku memujimu Senpai.”
            “Hey, jujurlah.” Geonil mendorong bahu Raekyo dengan bahunya.
            “Senpai gak bisa dipuji sedikit ternyata.” Raekyo menoleh ke arah Geonil dan memicingkan matanya,
            Geonil tergelak, “Dan kau tidak bisa diajak bercanda.” Katanya ikut memicingkan matanya.
            “Ih.. Kata siapa? Bisa kog.” elak Raekyo manyun.
            “Lalu yang tadi apa?”
            “Emm.. Apa ya???” kata Raekyo dengan muka bego. “Ekting! Hahahahaha...” Raekyo ketawa salting.
            “Jayus ah..” cibir Geonil. Tapi akhirnya dia ikut tertawa bersama Raekyo.
            Ponsel Geonil bergetar, ada panggilan masuk. Rekyo memperhatikan Geonil yang merogoh sakunya.
            “Yunhak Hyeong..” kata Geonil pada Raekyo. Menjawab teleponnya. “Ne Hyeong...” Geonil berbincang sebentar sampai akhirnya ia menutup teleponnya dan berkata kepada Raekyo. “Temenin ke Pasar Rae..”
            “Sekarang? Ada apa memangnya?”
            “Urgent! Yunhak Hyeong bilang bahan makanan habis.”
            “Loh? Paman yang biasanya mengantar?”
            “Minggu ini beliau tidak datang mengantar.”
            “Oh..” Raekyo melirik jam di layar ponsel Geonil. Pukul 5.40 p.m.
            “Ayo Rae.” Geonil menarik tangan Raekyo. Mereka berdua cepat-cepat menuju pasar terdekat.

******

This is the end of Chapter III

4 comments:

  1. waaaa.. daku bisa membayangkan kalau yunhak oppa jadi pemilik cafe..
    kayak di komik komik biasanya hahah..
    pemuda nan tampan, lemah lembut smaa pelanggan dan tatapan yang melelehkan wkk..

    sadar donk sadar atuh neng rae..
    abang geonil ituuu,, >.< ntar nyerah kaliii.. haha..

    suki deshita!!! muaaahh!

    teruskaaaan!

    ReplyDelete
  2. Wkekeke... Kamsahamnida.. Gomabseumnida.. A-ri-ga-to-U! >.~ Onni..

    Yunhak Saaaan... Kakkoiiiiii! *benar2 tipe cowok sempurna ala serial cantik beliau mah.. XD

    Baik Onni.. Yang namanya cinta itu memang perlu pengorbanan.. hahahay.. /pletak

    ReplyDelete
  3. like this!!!!!!
    cerita berkembang ke arah tak terduga...
    jiaaah.. dengan keadaan dirimu sekarang, sepertinya inspirai untuk cerita romantis bersama baby G banyak nih.. hahaha...
    ditunggu lanjutannya...^^

    ReplyDelete
  4. Ah Onni... Jadi malu.. *kijip2*

    ReplyDelete